Salam..

Selamat datang di blog saya, silakan kritik atau komentar semoga dapat menjadikan blog ini bermanfaat

Minggu, 03 Oktober 2010

sang pengantar surat

Koran minggu itu tergeletak di meja depanku. Tumpang tindih dengan berbagai mail lama dan kertas bekas tugas yang kukerjakan semalam. Terpampang sebuah cerpen yang menggelitik pikiranku. Bukan hanya karena sang penulis bisa merangkaikan kalimatnya dengan indah, tapi juga karena bisa merasakan peliknya konflik yg dialami sang tokoh.

Ingatanku kembali ke masa 2 tahun silam, saat kualami musim semi pertamaku di negeri orang. Aku mengenalnya sebagai pengantar 'junkmail' yang menyebarkan mailnya di area sekitar flat yang kutinggali.

Aku tidak tau, apa yang menarik dari dirinya. Perawakannya biasa saja, malah cenderung lusuh saat dia bekerja menyelesaikan tugasnya. Tapi entahlah, aku seperti melihat dunia yang sesungguhnya pada bening bola matanya.

Pada suatu pagi aku menyapanya, dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Selamat pagi..."
"Pagi..."
"Hari yang indah, bukan?"
"Yah.. Dan saya menemui banyak keindahan sepanjang jalan pagi ini. Mulai dari langit cerah dengan awan yang memudar, bunga2 yang mulai mengembang segar, ditambah lagi sekarang sekuntum bunga yang baru mekar, menyapaku dengan senyuman. Adakah hari lain seindah ini?" Katanya sambil bercanda.
"Ya Tuhan... Ternyata kau pandai merangkai kata." Ujarku sambil tersipu.

Dia memperkenalkan dirinya sebagai seorang mahasiswa S2 jurusan sastra. Sejak pagi itu, aku jadi sering dengan sengaja menantinya mengantarkan mail untuk sekedar mendengar sebait dua bait kalimat indahnya. Dan tak dapat kupungkiri, saat itu hatiku sangat berbunga2.

Dia memanggilku bunga, dia memperlakukanku bagai permata, dan dia menyanjungku bagai purnama, ah... serasa dunia milik berdua...

Tapi... itu 2 tahun lalu. Sebelum aku terhempas pada suatu kenyataan pilu.
"Aku harus pulang, Bunga... tugas belajarku sudah selesai, masa berlaku visaku juga sudah habis, aku harus kembali ke negara asalku", katamu pagi itu.
"Haruskah? Tidakkah kau ingin tinggal disini lebih lama? Kau sering mengatakan ini negara yang indah?"
"Yah, tapi aku tak bisa tinggal lebih lama. Aku punya keluarga. Sudah 2 tahun aku meninggalkan anak istriku. Dan aku bekerja pada negara. Bisa dituntut kalau aku mengabaikan posisiku." katamu dengan rasional.
"Taukah kau, Bunga?" katamu melanjutkan. "Kau bagai embun pagi yang selalu menawarkan kesegaran. Kau embun pagiku yang menyejukkan jiwa keringku. Aku akan merasa menemuimu setiap kali aku bercengkrama dengan rumput pagi."
"Sudahlah, semakin indah katamu, semakin aku yakin aku tak bisa memilikimu. Aku harus mengalah, dan memang aku harus kalah. Terimakasih, sudah membukakan dunia yang penuh warna. Terimakasih, sudah pernah mencintaiku dg penuh rasa. Terimakasih, akan hari2 indah yang penuh bunga".

Dia tersenyum, dengan perlahan mengecup keningku. Aku terdiam terpaku, sebelum akhirnya menangis tersedu, karena itu kecupan terindah yang pernah hadir di hidupku...

Tidak ada komentar: